Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan kepastian nilai keuntungan kepada investor. Hal ini terutama disebabkan karena bisnis ini melayani penyediaan kebutuhan pokok manusia dan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk properti.
Peluang keuntungan lainnya yang sangat menjanjikan adalah naikknya harga lahan setelah properti tersebut mulai dibangun. Biasanya sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengembang bisnis properti pasti mendapatkan keuntungan dari nilai lahan tersebut minimal dua kali lipat dari harga perolehannya.
Melonjaknya harga produk tersebut diakibatkan lahan yang tersedia semakin terbatas. Beragam produk properti diantaranya rumah (Town House, ruko, klaster, rukan, apartemen, rusun), perhotelan (kondominium, motel, kondotel, vila), pertokoan (minimarket, hipermarket, supermarket, speciality store, mall, square, plaza, trade center) dan gedung lainnya (pabrik, perkantoran dan gudang).
Indonesia Merupakan Pasar Potensial Produk PropertiAlasan investor dunia memilih Indonesia khususnya Jakarta dan sekitarnya sebagai tempat berinvestasi properti karena jumlah kebutuhan atau demand yang sangat besar, disamping itu perekonomian India dan Cina melambat serta keterbatasan peluang pasar Australia dan Jepang di sektor properti.
Kemajuan perekonomian dalam negeri konsisten tumbuh 6% per tahun. Hal ini semakin mendorong investor asing kian gencar bergelut di bisnis properti tanah air. Tercatat 3 perusahaan pengembang properti dunia yang mulai melirik pasar Indonesia. Perusahaan itu berasal dari Australia, Hong Kong dan Selandia Baru.
Prospek Bisnis Properti di Tanah AirPesatnya pertumbuhan bisnis properti sejalan dengan perekonomian dalam negeri yang kian meningkat. Penanaman modal investor asing di sektor properti Indonesia yaitu pembelian dalam bentuk produk properti dan surat berharga dari perusahaan properti nasional.Peluang besar bisnis ini juga dilirik oleh investor lokal. Besarnya minat investor tentu karena melihat cerahnya propek bisnis properti. Masalah yang sedang dialami bangsa Indonesia sekarang adalah tidak terpenuhinya jumlah permintaan akan sarana hunian yang ada.Berdasarkan data statistik, terjadi kekurangan rumah berjumlah lebih kurang 15 juta unit. Permintaan akan hunian per tahun mencapai 700-800 ribu unit, sedangkan para pengembang hanya mampu menyediakan lebih kurang 400 ribu unit.Ketimpangan jumlah permintaan ini merupakan bukti prospek properti yang masih menyimpan potensi yang sangat besar. Persaingan harga antar pengusaha properti pun menjadi hal yang umum terjadi. Mereka berlomba-lomba menawarkan harga ekonomis dengan fasilitas mewah.Kondisi ini menjadikan ketertarikan di mata konsumen. Tak jarang, konsumen membeli properti bukan untuk pemenuhan kebutuhan tetapi sebagai investasi jangka panjang.
Kendala Bisnis PropertiFenomena spekulasi properti terjadi di Indonesia berdampak buruk bagi investor. Adanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) memang membantu masyarakat jika digunakan sebagaimana mestinya. Namun sayangnya, mereka justru memanfaatkan untuk kepentingan yang lain.
Contohnya 1 banyak kejadian nasabah mengajukan lebih dari 1 KPR atau KPA. Perputaran uang menjadi terhambat dengan adanya fenomena semacam ini. Seharusnya nasabah menyelesaikan 1 kredit jika ingin mengambil properti berikutnya.
Hal ini sangat berdampak pada banyaknya kasus kredit macet yang terjadi, dimana nasabah tidak bisa membayar cicilan tepat waktu, bahkan ada yang baru membayar cicilan beberapa kali selanjutnya macet, dan akhirnya properti tersebut dilelang oleh pemberi kredit.
Akibatnya, harga produk properti lambat laju kenaikkannya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengguna KPR dan KPA. Harga yang dibebankan tidak mengikuti harga pasaran. Artinya, nilai kredit tidak mengikuti pergerakan harga properti tahunan.
Disamping permasalahan diatas faktor tidak stabilnya kurs rupiah terhadap mata uang asing ikut memicu para investor berjaga-jaga dan mengambil sikap wait and see, mengingat harga material bangunan sangat dipengaruhi oleh mata uang asing serta dampak lainnya yaitu semakin turunnya daya beli masyarakat.
Peluang keuntungan lainnya yang sangat menjanjikan adalah naikknya harga lahan setelah properti tersebut mulai dibangun. Biasanya sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengembang bisnis properti pasti mendapatkan keuntungan dari nilai lahan tersebut minimal dua kali lipat dari harga perolehannya.
Melonjaknya harga produk tersebut diakibatkan lahan yang tersedia semakin terbatas. Beragam produk properti diantaranya rumah (Town House, ruko, klaster, rukan, apartemen, rusun), perhotelan (kondominium, motel, kondotel, vila), pertokoan (minimarket, hipermarket, supermarket, speciality store, mall, square, plaza, trade center) dan gedung lainnya (pabrik, perkantoran dan gudang).
Indonesia Merupakan Pasar Potensial Produk PropertiAlasan investor dunia memilih Indonesia khususnya Jakarta dan sekitarnya sebagai tempat berinvestasi properti karena jumlah kebutuhan atau demand yang sangat besar, disamping itu perekonomian India dan Cina melambat serta keterbatasan peluang pasar Australia dan Jepang di sektor properti.
Kemajuan perekonomian dalam negeri konsisten tumbuh 6% per tahun. Hal ini semakin mendorong investor asing kian gencar bergelut di bisnis properti tanah air. Tercatat 3 perusahaan pengembang properti dunia yang mulai melirik pasar Indonesia. Perusahaan itu berasal dari Australia, Hong Kong dan Selandia Baru.
Prospek Bisnis Properti di Tanah AirPesatnya pertumbuhan bisnis properti sejalan dengan perekonomian dalam negeri yang kian meningkat. Penanaman modal investor asing di sektor properti Indonesia yaitu pembelian dalam bentuk produk properti dan surat berharga dari perusahaan properti nasional.Peluang besar bisnis ini juga dilirik oleh investor lokal. Besarnya minat investor tentu karena melihat cerahnya propek bisnis properti. Masalah yang sedang dialami bangsa Indonesia sekarang adalah tidak terpenuhinya jumlah permintaan akan sarana hunian yang ada.Berdasarkan data statistik, terjadi kekurangan rumah berjumlah lebih kurang 15 juta unit. Permintaan akan hunian per tahun mencapai 700-800 ribu unit, sedangkan para pengembang hanya mampu menyediakan lebih kurang 400 ribu unit.Ketimpangan jumlah permintaan ini merupakan bukti prospek properti yang masih menyimpan potensi yang sangat besar. Persaingan harga antar pengusaha properti pun menjadi hal yang umum terjadi. Mereka berlomba-lomba menawarkan harga ekonomis dengan fasilitas mewah.Kondisi ini menjadikan ketertarikan di mata konsumen. Tak jarang, konsumen membeli properti bukan untuk pemenuhan kebutuhan tetapi sebagai investasi jangka panjang.
Kendala Bisnis PropertiFenomena spekulasi properti terjadi di Indonesia berdampak buruk bagi investor. Adanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) memang membantu masyarakat jika digunakan sebagaimana mestinya. Namun sayangnya, mereka justru memanfaatkan untuk kepentingan yang lain.
Contohnya 1 banyak kejadian nasabah mengajukan lebih dari 1 KPR atau KPA. Perputaran uang menjadi terhambat dengan adanya fenomena semacam ini. Seharusnya nasabah menyelesaikan 1 kredit jika ingin mengambil properti berikutnya.
Hal ini sangat berdampak pada banyaknya kasus kredit macet yang terjadi, dimana nasabah tidak bisa membayar cicilan tepat waktu, bahkan ada yang baru membayar cicilan beberapa kali selanjutnya macet, dan akhirnya properti tersebut dilelang oleh pemberi kredit.
Akibatnya, harga produk properti lambat laju kenaikkannya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengguna KPR dan KPA. Harga yang dibebankan tidak mengikuti harga pasaran. Artinya, nilai kredit tidak mengikuti pergerakan harga properti tahunan.
Disamping permasalahan diatas faktor tidak stabilnya kurs rupiah terhadap mata uang asing ikut memicu para investor berjaga-jaga dan mengambil sikap wait and see, mengingat harga material bangunan sangat dipengaruhi oleh mata uang asing serta dampak lainnya yaitu semakin turunnya daya beli masyarakat.
Kebijakan Pemerintah atas Permasalahan Kepemilikan KPR & KPAAtas inisiatif dari Pemerintah, sejak 1 September 2013 silam, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan mengenai rasio pinjaman terkait KPR. Kebijakan ini merupakan bentuk pencegahan krisis properti di Indonesia. KPR dan KPA akan dikendalikan supaya tidak disalahgunakan untuk alat spekulasi.
BI melarang pihak perbankan memberi keringanan atas fasilitas kredit dengan cara pemberian kredit uang muka. Selain itu juga membatasi pengajuan KPR dan KPA, yaitu hanya 1 rumah per nasabah. Disamping itu jumlah minimal uang muka KPR juga dinaikkan hingga 30% dan diharapkan minat konsumen membeli properti secara kredit dapat berkurang dan beralih ke sistem tunai.
Kelebihan sistem tunai yaitu jika dikalkulasikan akan lebih ringan dibanding kredit. Investor pun lebih diuntungkan dengan adanya sistem ini. Namun jika Anda belum memiliki cukup modal untuk pembelian secara tunai. KPR dan KPA adalah solusinya, gunakanlah sesuai dengan kebutuhan Anda.
Hindari perolehan keuntungan sepihak dalam bisnis properti. Sebab, bisnis properti menggandeng banyak pihak dalam mata rantai transaksinya. Dimulai dari investor/pemilik modal, kontraktor, marketing hingga akhirnya sampai ke konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi...